Jumat, 19 Februari 2010

Menelusuri Jejak Pelacuran dari Sabang Sampai Merauke (6)


Tersedia Bus - bus Kerinduan
Panen Tiap Jumat dan Sabtu

Pelacuran di Papua, memang tumbuh merebak bak jamur di musim hujan. Ini, berawal ketika PT Freeport buka penambangan di tanah mutiara hitam itu. Ribuan karyawannya menjadi sasaran empuk para pengusaha hiburan. Para karyawan itu bekerja lima hari dalam seminggu.

Apalagi, rata-rata mereka jauh dari keluarga. Padahal, seks itu menjadi kebutuhan wajib. Sebulan saja nggak tersalurkan, kepala rasanya seperti mau pecah.

Kalau Pas Panen, Dapetnya yang Enak-enak

Nah, rupanya para pengusaha hiburan malam plus, tahu betul akan kondisi tersebut. Makanya, tempat pelacuran tumbuh subur di sini. ribuan karyawan PT Freeport ini, biasanya libur dua hari libur itu, biasanya mereka memanfaatkan untuk turun gunung, mencari hiburan.

Apalagi, ada transport yang menunjang. Karena para karyawan itu diangkut dengan bus milik perusahaan, dari lokasi tambang terbuka dan bawah tanah "Grasberg" di kecamatan Tambangpura. Itulah sebabnya, bus-bus tersebut dikenal sebagai bus kerinduan.

Nah, pada hari Minggu sampai Kamis, ada delapan bus kerinduan yang mengangkut karyawan untuk turun gunung. Setiap bus, memuat sekitar 60 orang. Puncaknya pada hari Jumat dan Sabtu. Jumlah bus kerinduan yang dioperasikan mencapai 20 unit. Karena itu, biasanya tempat pelacuran ini akan panen pada malam Sabtu dan malam Minggu.

Akibat banyaknya tempat pelacuran, di Papua kini banyak orang yang terkena penyakit mematikan, bernama HIV/AIDS. Kondisi ini, sangat meresahkan penduduk asli. Puluhan yayasan pun berdiri. Namun, tetap saja penyakit yang tak ada obatnya itu belum terbendung. Sebab, kebanyakan laki-laki hidung belang, ogah memakai alat pengaman: kondom. Padahal, kondom-kondom itu dibagikan gratis loh ...!

Seorang pelacur yang mengaku bernama Windi, mengatakan bahwa: orang asing alis bule, selalu membawa kondom saat hendak berkencan. Karena itu, para pelacur setempat tak perlu repot-repot merayunya agar mengenakan sarung pengaman itu. Yang sering membandel justru orang-orang setempat.

Mereka umumnya belum terbiasa memakai kondom. Windi pun terpaksa, sering menuruti kemauan pelanggan yang menolak memakai kondom. Sebab, kalau ditolak, para laki-laki pribumi asli itu akan marah dan menganiaya "pelayannya".

Karena itu, jika orang-orang menyebut bus-bus yang mengantar ribuan pekerja PT Freeport ke tempat-tempat pelacuran tersebut sebagai "bus kerinduan", maka aku lebih suka menyebutnya dengan "bus kematian". (bersambung)

Sabtu, 13 Februari 2010

Layanan Seks Berkedok Pijat Refleksi/Pijat Kesehatan

Iklan pijat refleksi/pijat kesehatan/pijat kebugaran di koran-koran kuning ternyata bukan pijat refleksi/ kesehatan/ kebugaran sebenarnya. Karena jasa yang diberikan hanya pijat asal-asalan yang berakhir dengan layanan seks.

Iklan Pijat Kesehatan di Koran Lampu Hijau
1. PIJAT KESEHATAN & KEBUGARAN
CANTIK, PROFESIONAL
HUB NADIA 0813 1526 1977

2. SAKURA GIRLS SPA
GADIS CANTIK & PILIHAN
HUB. AGNES 0813 8222 1229/0813 1466 9637

3. TEH LILIS PIJAT THERAPY
UNTUK KEBUGARAN & LULUR
HUB. 0813 1684 2999

4. RIANA 0813 8698 6181
DEWI 0857 1475 7481
PROF DIJAMIN FRES, CANTIK, SOPAN, RAMAH

5. CHATRINE HIGH CLASS LADYS
BENAR2 WANITA CANTIK & RAMAH
DIJAMIN TDK KECEWA HUB. CHATRINE 0817 408 090

6. DEWI ZILATI
Genius, Cantik, Menyenangkan. Bisa benar-benar pijat. (Recommended)
Hp 0878 8253 9003

6 Gadis di bawah Umur Dipaksa Melacur

'Kami dapat dari penyalur pembantu'
PENJARINGAN (Pos Kota),
Dijanjikan bekerja sebagai pembantu rumahtangga, enam gadis remaja dipaksa melacur di rumah bordil, Kalijodo, Penjaringan, Jakarta Utara. Baru lima hari beroperasi, perdagangan seks melibatkan gadis di bawah umur itu dibrebek polisi.

"Setiap gadis yang dikirim yayasan dihargai Rp 900 ribu," - Dul, pengelola kafe -

Tiga germo berkedok kafe digelandang ke kantor polisi. Ketiganya adalah Abdul Rahman alias Dul, 44, Eko, 40, dan Akiong, 55. Terhadap enam gadis penghuni rumah bordil itu dipulangkan ke daerah asal di antaranya Sukabumi, Lampung, Surabaya dan Bandung, MInggu (7/2) malam.

Dul, pengelola Kafe Nirwana mengaku mendapatkan gadis-gadis itu dari satu yayasan penyalur pembantu. "Setiap gadis yang dikirim yayasan dihargai Rp 900 ribu. Mereka kita pekerjakan menjadi pelacur," ungkap pria berkumis asal Semarang, Jateng, ini.

Sampai sejauh ini, pihaknya tak mau menyebut nama yayasan penyalur pembantu tersebut dengan alasan tidak tahu, kecuali Tangerang.

Di rumah bordil milik pria berkewarganegaraan Arab itu, setiap gadis bekerja sejak pkl 15.00 hingga menjelang Subuh. Hampir setiap malam, mereka melayani dua lelaki hidung belang.

"Tarifnya Rp 100 ribu sudah termasuk kamar. Di tempat itu ada 10 kamar. Tempat kami masih sepi, karena baru lima hari," ungkap mucikari ini.

TAK TERIMA GAJI
Selama bekerja, keenam korban, Jw, 15, Yn, 16, El, 15, Lw, 16, Wi, 21, dan An, 20, tak menerima gaji. Pemasukan yang mereka terima tergantung dari tamu yang memesannya. Dalam satu kali kencan, mereka menerima uang lelah Rp 50 ribu.

Gadis ini berada di lembah hitam Kali Jodo, awalnya dijanjikan bekerja sebagai pembantu oleh pihak yayasan ketika menemui mereka di kampung. Setibanya di Jakarta, mereka dibawa kurir ke rumah bordir yang dikelola oleh Dul dan kawan-kawan.

"Ketiga germo dikenakan pasal perlindungan anak lantaran mempekerjakan empat anak di bawah umur sebagai pelacur. Kami masih menyelidiki termasuk mencari pemilik kafe dan yayasan penyuplai gadis-gadis tersebut." tutur Kanit Reskrim Polsek Penjaringan Iptu Samian.
(Yahya/Ilham/Yp/T)

ABG Pelacur Diperbudak Germo di Jakarta Barat


Para ABG yang dijadikan pelacur di lokasi hiburan di Jakarta Barat benar-benar menjadi sapi perahan mami germo. Dalam semalam mereka dipaksa melayani sedikitnya tiga pria hidung belang.

Dari uang kencan Rp 500 ribu, mereka mengaku hanya mendapatkan Rp 70 ribu saja. Parahnya, yang Rp 70 ribu itu pun tak mereka terima. Jatah para ABG itu ditahan oleh mami germo, agar gadis-gadis muda itu tak melarikan diri.

RM, 14, satu ABG korban perdagangan manusia, mengakui haknya Rp 70 ribu per kencan diambil Mami Eli dan Mami Evi. ”Kalau perlu beli sabun, baru minta. Kami benar-benar diperbudak,” papar Gn, korban lainnya. Ia dan temannya setiap malam dipatok harus melayani tiga laki-laki.

DIREKRUT DARI DAERAH
Gn dan RM adalah dua dari puluhan ABG-ABG yang diselamatkan Polwil Bogor dalam sebuah penggerebekan di Gang Industri, Mangga Dua, dan Jalan Mangga Besar II, Jakarta Barat, pada 11 Juli.

Dari dua lokasi itu didapat 40 gadis yang akan dipekerjakan sebagai pelacur di tempat hiburan malam di Jakarta Barat. Petugas Polwil Bogor menahan Rhama Daniel 20, dan Evi Rahayu 24.

Oki 40, pacar Evi, dan Ny Ama, ibunda Daniel 40, beserta Eli, yang berprofesi sebagai germo, menyusul ditangkap di Jalan Sudirman Air Mancur, Bogor Tengah, Kota Bogor,. Para ABG ini rata-rata berasal dari Bogor, Sukabumi, Bandung, Tangerang, Bekasi, Indramayu, Subang, Majalengka, Tegal, Kalimantan Selatan, dan Lampung.

DIPAKSA TANDA TANGAN KONTRAK
Gn mengaku ketika tiba di penampungan langsung dipaksa menandatangani kontrak selama enam bulan. ”Ternyata saya ditipu, saya dipaksa melayani lekaki,” kata Gn tertunduk.